Indikator.co.id/Jawa Pos – Dunia politik pemerintahan Indonesia tidak bisa lepas dari keberadaan partai politik. Dalam kacamata Burhanuddin Muhtadi, untuk memenangi masa depan politik di Indonesia, harus juga dibicarakan desain partai yang dibangun. “Semarah apa pun kepada partai politik, kita belum pernah punya imajinasi membangundemokrasi tanpa partai politik,’’ujar dosen prodi ilmu politik FISIP UINSyarif Hidayatullah dan PascasarjanaUniversitas Paramadina, Jakarta, itu. MenurutBurhan, partai politik harusdiperbaiki, baik dari sisi input maupun pelembagaannya. Caranya, tidak ada reformasi demokrasi tanpa reformasi partai politik dan tidak ada reformasi partai politik tanpa reformasi sistem pendanaan partai politik.
’’Harus ada terobosan radikal dari pemerintah maupun DPR untuk melakukan satu langkah besar memperbaiki urusan dapur rumah tangga partai politik,’’ terangnya. Berbagai peristiwa korupsi yang disaksikan hari ini adalah terkait dengan urusan hilir. Padahal, lanjut dia, kita sering lupa bahwa persoalan korupsi itu lebih banyak terkait dengan persoalan hulu. ’’Kalau kita tidak memperbaiki hulunya, setiap hari kita akan menyaksikan para koruptor digelandang KPK,’’ kata direktur komunikasi publik Lembaga Survei Indonesia itu.
Agenda penting yang harus segera dilakukan, menurut dia, adalah perbaikan supply-side dan demand-side politik. Supply-side terkait dengan cara mendorong partai menjadi supplier pejabat politik yang punya integritas dan kompetensi. Jika pemilih makin rasional, tapi caleg yang ditawarkan partai atau calon kepala daerahnya berkualitas buruk, tentu output-nya juga buruk. Pada saat yang sama, kualitas dan kuantitas pilihan warga sebagai demand-side-nya juga harus ditingkatkan. Pemilih harus pandai memilah capres, caleg, serta calon kepala daerah yang memiliki kualitas dan integritas yang bagus. ’’Jangan memilih calon yang asal populer dan bermodal kapital besar, tapi fakir kapasitas dan integritas,’’ tegas Burhan. Upaya itu juga perlu didukung peraturan tentang sistem keuangan partai secara detail. Sebab, partai adalah pilar penting demokrasi. ’’Jika kepercayaan publik terhadap partai merosot, itu sama saja membunuh demokrasi secara perlahan-lahan,’’ katanya.
Selama ini, regulasi yang ada masih bersifat parsial. Misalnya, hanya ditempelkan pada satu–dua pasal dalam UU Pemilu atau UU Parpol. ’’Dana masuk dan dana keluar harus diatur secara tegas, termasuk membatasi pengeluaran kampanye. Juga, harus ada punishment jika partai politik melanggar aturan terkait dengan undang-undang keuangan partai,’’ ungkapnya. Dengan pembatasan pengeluaran untuk kampanye, lanjut Burhan, sirkulasi serta persaingan elite lebih didorong pada persoalan gagasan, bukan jor-joran uang.
** Artikel ini telah diterbitkan di Jawa Pos edisi 25 Oktober 2013