SPLIT-TICKET VOTING DAN TREN ELEKTABILITAS BAKAL CAPRES DAN PARTAI POLITIK JELANG PEMILU 2024


SPLIT-TICKET VOTING DAN TREN ELEKTABILITAS BAKAL CAPRES DAN PARTAI POLITIK JELANG PEMILU 2024

PENGANTAR

Menjelang masa pendaftaran capres-cawapres Oktober hingga November 2023 mendatang, wacana tentang calon-calon serta potensi kekuatan dukungan mereka semakin mengemuka. Tiga nama bakal capres, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto telah lebih dulu diperbincangkan. Kemudian diikuti dengan perbincangan mengenai bakal cawapres.

Beberapa partai juga tampak makin menunjukkan keberpihakan pada masing-masing calon presiden. Perkembangan teranyar adalah merapatnya Partai Golkar dan PAN ke kubu Prabowo. Menghadapi perkembangan ini, PDIP masih bergeming, menampilkan kepercayaan diri dengan kekuatannya bersama PPP cukup untuk memenangkan Ganjar Pranowo.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, bagaimana tren dukungan publik terhadap para bakal capres tersebut, setidaknya jika pemilu dilaksanakan pada saat survei?

Selain dukungan pada nama-nama bakal capres, bagaimana pula tren dukungan publik pada partai politik? Rilis Indikator Politik Indonesia kali ini membahas hasil survei yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Lebih jauh, hasil survei juga dielaborasi untuk mengetahui apakah dukungan publik terhadap partai sejalan atau tidak sejalan dengan pilihan capres yang didukung partai. Dukungan yang sejalan disebut sebagai straight-ticket voting, dan sebaliknya, dukungan yang tidak sejalan dikenal sebagai split-ticket voting.

Ketika kedekatan pemilih terhadap partai rendah, dan public trust kepada partai yang lemah, sangat terbuka kemungkinan bagi pemilih untuk mendukung calon yang tidak diusung oleh parpol yang ia pilih. Kekuatan personal figur bisa mempengaruhi pilihan basis massa partai.

Dari sudut pandang pemilih, split-ticket voting ini menunjukkan fleksibilitas pilihan. Pemilih dapat memilih parpol yang ia suka di satu sisi, dan memilih calon yang ia suka apapun partai pendukungnya pada sisi lain. Namun, dari sudut pandang peserta pemilu, yakni parpol dan calon, split-ticket voting dapat mengindikasikan setidaknya dua hal:

  1. Keberhasilan parpol untuk menjaga loyalitas pemilihnya.
  2. Kekuatan personal calon menarik sebanyak mungkin pemilih, bahkan dari basis parpol yang tidak mengusungnya.

Pembahasan straight dan split-ticket voting tersebut penting karena gejalanya terjadi dalam pilpres sebelumnya. Pada 2019 misalnya, cukup banyak terjadi split-ticket voting basis partai, baik di kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Karena itu, menjelang Pilpres 2024, menarik untuk mendiskusikan apakah gejala tersebut kembali akan terjadi? Jika terjadi, seberapa banyak pemilih yang melakukan split-ticket voting? Berasal dari basis partai pendukung calon manakah mereka? Bagaimana gambaran sosio-demografis mereka?

Hasil survei dapat digunakan untuk memahami dinamika elektoral jelang pendaftaran capres-cawapres dan gejala straight dan split-ticket voting pada Pemilu 2024.

Download temuan rilis selengkapnya disini: RILIS INDIKATOR 18 AGUSTUS 2023_